Pandangan Islam Perihal Menimbun Barang, Termasuk Masker Saat Wabah Corona

Pasca Presiden Jokowi mengumumkan kasus virus corona pertama di Indonesia pada Senin (2/3), sontak membuat masyarakat Indonesia menjadi panik. Mereka takut terinfeksi virus yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Tak heran, dalam rangka antisipasi terhadap virus corona, banyak masyarakat berbondong-bondong membeli masker di toko maupun apotek. Hal ini menyebabkan stok masker menipis karena produksi dan konsumsi tak sebanding.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sendiri telah menekankan pada masyarakat, bahwasanya masker hanya dianjurkan untuk orang yang sakit. Sementara bagi mereka yang sehat diimbau agar tak memakai masker, namun tetap menjaga kebersihan dan kesehatan agar imunitas tubuh tetap terjaga.

Banyak masyarakat mengeluh karena susahnya mendapatak masker. Karena banyaknya orang yang membeli masker tidak sesuai kebutuhan dan menimbun masker untuk dijual kembali dengan harga yang tinggi. Diketahui jika harga masker dipasaran sekarang mencapai 350.000 jika sebelumnya 20.000/kotak.

Baca juga: Metode Karantina ala Rasulullah dalam Kasus Virus Corona

Rasulullah SAW jauh-jauh hari ternyata telah memperingatkan hal demikian. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih-nya, dijelaskan betapa kerasnya Rasulullah SAW melarang perilaku demikian.

قوله صلى الله عليه وسلم : من احتكر فهو خاطئ

“Rasulullah SAW bersabda, orang yang menimbun barang maka ia berdosa.”

Ahli bahasa menyebutkan bahwa redaksi “khati’” dalam hadits di atas bukan hanya berarti salah, melainkan juga berarti berdosa (aatsim).

Selain diriwayatkan oleh Imam Muslim, setelah ditakhrij, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi, bab al-Musaaqah, dan Imam Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud, bab al-Buyu’.

Menariknya dari hadits ini adalah Ma’mar, perawi hadits ini dari golongan sahabat, ternyata pernah melakukan penimbunan. (Sahih Muslim nomer 1509)

Imam an-Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan menimbun barang dalam hadits di atas bukanlah berarti menimbun secara umum. Akan tetapi membeli barang tertentu, bisa secara borongan, dan menyimpannya dalam keadaan tertentu agar harga barang tersebut melambung tinggi karena langka.

Pendapat an-Nawawi ini juga diamini oleh Ibnu Hajar al-Asqalani yang menyebutkan,

قال الحافظ : الاحتكار الشرعي إمساك الطعام عن البيع وانتظار الغلاء مع الاستغناء عنه وحاجة الناس إليه

Al-Hafiz (Ibn Hajar al-Asyqalani) berpendapat: Menimbun barang adalah menahan barang untuk tidak menjual dan menunggu pada masa langka dengan tujuan mencari keutungan dan karena dibutuhkan banyak orang.

Menurut an-Nawawi, jika ada orang yang berperilaku seperti demikian, terutama saat masa-masa genting. Maka orang yang menimbun tersebut harus dipaksa untuk menjualnya, tentunya dengan harga yang bisa dijangkau dan tidak membebani banyak orang.

Pada penjelasan hadits di atas, sebenarnya adalah menimbun barang atau makanan pokok. Namun jika kita analogikan dengan situasi sekarang, ketika masker dianggap sebagai hal yang penting karena bagian dari pencegahan wabah penyakit, maka masker juga bisa kita kategorikan sebagai bahan pokok, walaupun sebenarnya bukan bagian dari makanan.

Baca juga:

Oleh karena itu, Rasul memperingatkan lagi dalam hadits lain, bahwa barang siapa yang menimbun barang tidak akan bisa dimaafkan walaupun barang tersebut kemudian disedekahkan.

من احتكر طعاما أربعين يوما ، ثم تصدق به لم يكن له كفارة

“Orang yang menimbun makanan selama empat puluh hari kemudian ia sedekahkan semua barang (yang ditimbun) tersebut, maka tidak bisa menebus kesalahan atau dosanya.”

Dalam riwayat lain juga disebutkan,

 من احتكر طعاما أربعين ليلة فقد برئ من الله وبرئ منه

“Orang yang melakukan penimbunan barang selama empat puluh malam, maka Allah dan Rasulnya angkat tangan (tidak bertanggung jawab atas perilakunya).” (H.R al-Hakim)

Walaupun kedua hadits terakhir ini masih diragukan kesahihannya karena ada beberapa rawi yang bermasalah. Namun hadits tersebut bisa dikuatkan secara substansinya dengan hadits sahih pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Artinya, ancaman terkait penimbunan barang adalah benar adanya.

Ulama berpendapat bahwa larangan seperti ini diberikan oleh Rasulullah SAW karena berpotensi membahayakan banyak orang dan hanya menguntungkan sebagian orang.

Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Konsultasi via Whatsapp